Tuesday, March 25, 2008

Translated by AIM professional translation services

Budaya korporasi dan pembelajaran bahasa

W H Whyte mempublikasikan karyanya, “The Organization Man,” pada tahun 1956. Karya tersebut merupakan upaya awal – bahkan mungkin upaya yang pertama sekali – untuk menggambarkan dampak dari budaya sebuah organisasi terhadap perilaku karyawannya. Sejak tahun 1956 kita semua telah mulai menyadari bahwa ada terdapat berbagai jenis budaya, yang masing-masing disertai dengan jenis-jenis perilaku yang berbeda. Dengan demikian, definisi yang menyatakan bahwa budaya adalah “cara kita melakukan berbagai hal di sekitar kita” merupakan definisi yang tepat.

Budaya korporasi yang kuat adalah hal yang sangat berguna. Ia membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih dapat diprediksi. Ia membantu para perekrut untuk mempekerjakan orang-orang yang akan cocok bekerja di dalan sebuah korporasi. Ia bahkan memberikan kontribusi pada nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah merek perusahaan.

Akan tetapi, budaya perusahaan juga dapat memiliki kekurangan ketika para staf diharuskan berperilaku di luar norma budaya mereka. Contohnya, akan sulit bagi seorang manajer yang terbiasa dengan budaya bisnis yang mengalir bebas ketika ia dihadapkan pada penerapan standar-standar keselamatan secara ketat. Itulah sebabnya mengapa di seluruh dunia, bekerja untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi merupakan sesuatu yang sangat berbahaya.

Hampir seluruh budaya korporasi yang efektif akan memberikan penghargaan pada kesuksesan, sementara sebagian besar lainnya akan mencemooh kegagalan. Hal seperti ini cenderung menghasilkan pola pikir yang selalu ingin menghindari resiko pada sebagian besar karyawan. Dan ini adalah pola pikir yang terburuk apabila kita ingin belajar bahasa.

Ketika sebuah organisasi menginginkan karyawannya mempelajari sebuah bahasa asing, seketika itu pula terjadi benturan budaya.

Cobalah pikirkan. Setiap kali seorang pembelajar bahasa membuka mulut, atau mengangkat pena, untuk menghasilkan sepotong ungkapan dalam bahasa asing, ia harus mengambil resiko bahwa apa yang dihasilkannya akan “salah” karena satu atau lain alasan. Biasanya tidak sepenuhnya salah, melainkan kurang tepat atau secara situasional kurang cocok. Semakin sering mereka mengambil resiko, semakin banyak yang akan mereka pelajari. Belajar bahasa berarti berani mengambil resiko. Kalau kita semua menolak menghasilkan sebuah ungkapan bahasa yang mungkin salah, kita tidak akan pernah mampu menggunakan bahasa lain kecuali bahasa asli kita sendiri.

Di tahun-tahun pertama kehidupan kita, kita mempelajari bahasa dengan intensitas yang tinggi. Kita menghasilkan kemajuan yang sangat pesat setiap harinya. Sewaktu kecil, kita tidak tahu bahwa kita harus menghindari kegagalan, jadi kita mulai berbicara dengan mengucapkan berbagai bunyi, lalu meningkat menjadi kalimat berisi satu kata, dan perlahan-lahan kelancaran kita dalam berbicarapun tumbuh.

Sebagai seorang pebelajar yang sudah memasuki usia dewasa, kita mungkin tidak akan pernah belajar dengan kecepatan yang sama seperti halnya kecepatan seorang anak kecil, tetapi kita bisa meningkatkan kesempatan kita dengan secara aktif merengkuh kemungkinan bahwa kita melakukan kesalahan, lalu belajar dari kesalahan tersebut, dan terus maju. Kita perlu mengesampingkan budaya korporasi kita dan berfokus pada proses belajar itu sendiri, dan berhenti memikirkan bahwa apa yang akan kita ucapkan atau tuliskan mungkin “salah”.

Lingkungan fisik yang netral dan santai bisa membantu mengatasi benturan tadi. Jauh dari kantor, kita mungkin akan merasa lebih mudah melupakan budaya kantor. Tetapi tetap saja, guru yang hebat adalah kuncinya. Guru yang akan membantu anda mencapai kemajuan tanpa rasa takut akan kegagalan. Guru yang akan memastikan bahwa proses belajar anda menyenangkan, dan membuat anda terkagum-kagum akan kemajuan yang anda sendiri capai .

Berikut ini adalah link ke sebuah sekolah bahasa yang mengerti tentang benturan antara budaya kantor dan pembelajaran pribadi, dan sekolah ini memiliki guru-guru hebat yang akan membuat kegiatan belajar anda “menyenangkan”. www.aimjakarta.com

Friday, March 21, 2008

Private English classes at Aim:
Aim specialises in private classes, but why should you choose a private class? Well, for some people public classes can be a better option. Some people prefer to be in a larger group, and learn better in a communicative, interactive group class.
However, group classes also have limitations. You must follow the fixed schedule, and you cannot focus on your job, your study programme, or your individual strengths and weaknesses. The amount of attention you receive and the opportunities for you to participate and talk are also limited in public classes.
At Aim, the key to the success of our private classes is flexibility. You choose the days, you choose the times, you choose the teachers, and you choose what you learn.
We will create courses especially for you, focussing on your objectives, your strengths and weaknesses and your individual learning style. For many, the level of attention in a 1-on-1 class, and the amount of time you can spend talking, means that you'll improve more quickly. Plus, if there's something you're working on at work or at university, bring it to class and we can discus it together.
AIM for a private English class. The flexible, customised educational solution!

Tuesday, March 4, 2008

Corporate culture and language learning

W H Whyte published “The Organization Man” in 1956. This was an early- perhaps even the first- attempt to describe the impact that an organisation’s culture has on the way its employees behave. Since 1956 we have all become aware that there are many different types of culture, each with their different types of behaviour. Indeed a useful definition of culture is “the way we do things around here”.

A strong corporate culture is a handy thing to have. It makes decision-making a bit more predictable. It helps recruiters hire people who will fit in. It even contributes to the value of the company’s brand.

A corporate culture can, however, have drawbacks when members of staff have to behave out of their cultural norm. It is, for example, quite hard for managers accustomed to an entrepreneurial freewheeling kind of culture to deal with the enforcement of rigorous safety standards. That’s one reason why, worldwide, construction companies are some of the most dangerous organisations to work in.

Almost all effective corporate cultures reward success. Most discourage failure. This tends to breed a risk-avoiding kind of mindset in most employees. And this is the worst kind of mindset with which to approach language learning.

When an organisation wants an employee to learn a foreign language there is an immediate cultural clash.

Think about it. Every time a language learner opens his or her mouth, or picks up a pen, to produce a piece of foreign language they have to take the risk that what they produce will be “wrong” in some way. Not usually wholly wrong, but inaccurate or situationally inappropriate. The more often they take the risk, the more they will learn. Language learning is all about risk. If we all resisted producing language that might be wrong, none of us would ever learn to speak anything but our mother tongue.

In our first years of life we learn a huge amount of language. We make enormous progress every day. We do not know that we should avoid failure, so we start off by babbling, then progress to one-word sentences, then gradually build up our fluency.

As adult learners we are most unlikely ever to learn at the pace of a small child, but we can improve our chances by actively embracing mistakes, learning from them, and moving on. We need to set our corporate culture aside, focus on the learning process, and stop worrying about whether what we are about to say or write is “wrong”.

A neutral, relaxed physical environment helps. Away from the office we find it easier to forget the office culture. But great teachers are the key. Teachers who will help you progress without fear of failure. Who will make the process fun, and astonish you with the progress you make.

Here’s a link to a language school that understands the clash of corporate culture and individual learning, and that has great teachers who make learning “fun”.

English training and IELTS preparation in Jakarta